Senin, 03 Maret 2014

Rahasia Rasulullah Sangat Sayang Pada Kucing

Sumber:http://www.anaksaleh.com/ar-risalah/ilmu-pengetahuan/88-rahasia-rasulullah-sangat-sayang-pada-kucing.html

Rasulullah SAW memiliki seekor kucing yang diberi nama Mueeza. Suatu saat, dikala Nabi hendak mengambil jubahnya, ditemuinya Mueeza sedang terlelap tidur dengan santai di atas jubahnya. Tak ingin mengganggu hewan kesayangannya itu, Nabi  pun memotong belahan lengan yang ditiduri Mueeza dari jubahnya.
Di saat  Rasulullah kembali ke rumah, Mueeza terbangun dan merunduk sujud kepada majikannya. Sebagai balasan, Nabi menyatakan kasih sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil kucing itu sebanyak tiga kali.
Di saat yang lain setiap kali Rasulullah menerima tamu di rumahnya, beliau selalu menggendong mueeza dan di taruh dipahanya. Salah satu sifat Mueeza yang di sukai Rasulullah adalah, ia selalu mengeong ketika mendengar adzan, dan seolah-olah suaranya terdengar seperti mengikuti lantunan suara adzan.
Rasulullah berpesan kepada para sahabatnya untuk menyayangi kucing peliharaan, layaknya menyayangi keluarga sendiri.
Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan lucu ini sangatlah serius, dalam sebuah hadits shahih Al Bukhari, dikisahkan tentang seorang wanita yang tidak pernah memberi makan kucingnya, dan tidak pula melepas kucingnya untuk mencari makan sendiri, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun menjelaskan bahwa hukuman bagi wanita ini adalah siksa neraka.
Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Seorang wanita dimasukkan ke dalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada di lantai." (HR. Bukhari)
Nabi menekankan di beberapa hadits  bahwa kucing itu tidak najis, bahkan diperbolehkan untuk berwudhu menggunakan air bekas minum kucing karena dianggap suci.
Kenapa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang buta baca tulis, berani mengatakan bahwa kucing itu tidak najis? Lalu, bagaimana Nabi mengetahui kalau pada badan kucing tidak terdapat najis?
Berikut ini adalah keistimewaan kucing
Fakta ilmiah 1
Pada kulit kucing terdapat otot yang berfungsi untuk menolak telur bakteri. Otot kucing itu juga dapat menyesuaikan dengan sentuhan otot manusia. Permukaan lidah kucing tertutupi oleh berbagai benjolan kecil yang runcing, benjolan ini bengkok mengerucut seperti kikir atau gergaji. Bentuk ini sangat berguna  untuk membersihkan kulit. Ketika kucing minum, tidak ada setetes pun cairan yang jatuh dari lidahnya. Sedangkan lidah kucing sendiri merupakan alat pembersih yang paling canggih, permukaannya yang kasar bisa membuang bulu-bulu yang mati dan membersihkan bulu-bulu yang tersisa di badannya.
Fakta ilmiah 2:
Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap kucing dan berbagai posisi kulit, punggung, bagian dalam telapak kaki, pelindung mulut, dan ekor. Pada bagian-bagian tersebut dilakukan pengambilan sampel dengan usapan. Di samping itu, dilakukan juga penanaman kuman pada bagian-bagian khusus. Terus diambil juga cairan khusus yang ada pada dinding dalam mulut dan lidahnya.
Hasil yang didapatkan
  • Hasil yang diambil dari kulit luar ternyata negatif berkuman, meskipun dilakukan berulang-ulang
  • Perbandingan yang ditanamkan kuman memberikan hasil negatif sekitar 80% jika dilihat dari cairan yang diambil dari dinding mulut
  • Cairan yang diambil dari permukaan lidah juga memberikan hasil negatif berkuman
  • Sekalinya ada kuman yang ditemukan saat proses penelitian, kuman itu masuk kelompok kuma yang dianggap sebagai kuman biasa yang berkembang pada tubuh manusia dalam jumlah yang terbatas seperti streptococus, dan taphylococcus, Jumlahnya kurang dari 50 ribu pertumbuhan. Tidak ditemukan kelompok kuman yang beragam
  • Berbagai sumber yang dapat dipercaya dan hasil penelitian laboratorium menyimpulkan bahwa kucing tidk memiliki kuman dan mikroba. Lidahnya bersih dan membersihkan.
Komentar Para dokter peneliti
Menurut Dr George Mqashud, ketua laboratorium di Rumah Sakit Hewan Baitharah, jarang sekali ditemukan adanya kuman pada lidah kucing.
  • Jika kuman itu ada, maka kucing itu akan sakit
  • Dr. Gen Gustafsirl menemukan bahwa kuman yang paling banyak terdapat pada anjing
  • Manusia 1/4 anjing, kucing 1/2 manusia
  • Dokter hewan di ruamh sakit hewan Damaskus, Said Rafah menegaskan bahwa kucing memiliki perangkat pembersih yang bernama lysozyme.
  • Kucing tidak suka air karena air merupakan tempat yang sangat subur untuk pertumbuhan bakteri, terlebih pada genangan air (lumpur, genangan air (lumpur, genangan hujan, dll)
  • Kucing juga sangat menjaga kestabilan kehangatan tubuhnya. Ia tidak banyak berjemurda tidak dekat-dekat dengan air.
  • Tujuannya agar bakteri tidak berpindah kepadanya. Inilah yang menjadi faktor tidak adanya kuman pada tubuh kucing,
Fakta ilmiah 3
Dan hasil penelitian kedokteran dan percobaan yang telah dilakukan di laboratorium hewan, ditemukan bahwa badan kucing bersih secara keseluruhan. Ia leih bersih daripada manusia. Diriwayatkan dari Dawud bin Shalih At-Tammar dan ibunya yang menerangkan bahwa budaknya  memberikan Aisyah semangkuk bubur. Namun ketika ia sampai di rumah Aisyah ternyata Aisyah sedang shalat. Lalu ia memberikan isyarat untuk menaruhnya. Sayangnya setelah Aisyah menyelesaikan shalat, ia lupa pada ada bubur.
Datanglah seekor kucing, lalu memakan sedikit bubur tersebut. Ketika ia melihat bubur terebut dimakan kucing, Aisyah laly membersihkan bagian yang disentuh kucing dan Aisyah memakannya

 


Minggu, 02 Maret 2014

TANPA HIDAYAH ILMU TIDAK BERMANFAAT


Barangsiapa yang bertambah ilmunya dan tidak bertambah hidayahnya, niscaya ia akan beertambah jauh dari Allah SWT.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh oleh imam al-Dailamai dalam Musnad Firdaus dari sayyidina ‘Ali ra dengan redaksi Zuhdan (zuhud) sebagai ganti daripada lafadz Hudan dalam teks diatas, hadis tersebut menurut imam al-‘Iraqy memiliki kualitas dhaif atau lemah karena ada perawi yang bernama Musa ibn Ibrahim, menurut al-Daruquthni sebagaimana yang dinukil oleh imam al-Dzahabi bahwasannya Musa adalah rawi yang matruk. Hadis tersebut juga diriwayatkan secara mauquf oleh imam Ibnu Hibban dalam kitab Raudhah al-Uqala’ dari sayyidina al-Hasan ibn ‘Aly dengan redaksi “barang siapa yang bertambah ilmunya disertai dengan tambah cintanya terhadap Dunia, niscaya ia akan bertambah jauh dari Allah SWT”. Sedangkan imam Abu al-Fath al-Azdy dalam kitab al-Dhu’afa meriwayatkan hadis yang mirip dari sayyidina ‘Ali ra dengan redaksi “barang siapa yang bertambah ilmunya disertai dengan tambah cintanya terhadap Dunia, niscaya ia akan tambah dimurkai Allah SWT”. Meskipun hadis ini lemah dari segi kualitasnya, tetapi hadis ini masih bisa diterima menurut sebagian besar Ulama’ seperti imam Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali. Hal ini dikarenakan hadis ini tidak termasuk kategori aqidah maupuh syariah, dan tidak ada satupun ayat al-Qur’an maupun hadis shahih yang bertentangan dengan hadis diatas, bahkan hadis diatas menguatkan sejumlah makna ayat al-Qur’an dan hadis – hadis shahih yang mempunyai makna serupa.
Hadits ini menjelaskan tentang pentingnya ilmu yang diiringi dengan hidayah atau petunjuk dari Allah SWT. Karena ilmu yang tidak diiringi hidayah dapat menjadikan seseorang itu sesat dan semakin jauh dari Allah. Selain itu ilmu yang tanpa hidayah dapat membawa kesombongan bagi sipemilik ilmu.
Mencari ilmu itu mudah, tapi mendapatkan hidayah itulah yang sulit. Hidayah adalah ilmu yang terinternalisasi dalam diri seseorang. Untuk mencapai hidayah kita perlu mencari ilmu yang bersumber dari seorang ulama yang benar-benar bisa menunjukkan kita kepada hidayah Allah.
Untuk lebih mendalami makna dari hadis tersebut, perlu kita ulas makna hidayah yang dimaksud dalam teks hadis diatas. Kata Hidayah adalah dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur’an yang telah menjadi bahasa Indonesia. Akar katanya ialah : هدى – يهدي – هديا – هدى – هدية - هداية (hadaa, yahdii, hadyan, hudan, hidyatan, hidaayatan). Khusus yang terakhir, kata (هداية) kalau wakaf (berhenti) di baca : Hidayah, nyaris seperti ucapan bahasa Indonesia. Hidayah secara bahasa berarti petunjuk. Lawan katanya adalah : ضلالة (Dholalah) yang berarti “kesesatan”. Secara istilah (terminologi), Hidayah ialah penjelasan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan kepada tujuan sehingga meraih kemenangan di sisi Allah. Pengertian seperti ini dapat kita pahami melalui firman Allah surat Al-Baqarah berikut :
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5(
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan Pencipta mereka, dan (sebab itu) merekalah orang-orang yang sukses.” (Q.S. Al-Baqarah: 5)
Para Ulama besar Islam telah menjelaskan dengan rinci dan mendalam perihal Hidayah/Hudan, khususnya yang diambil dari Al-Qur’an seperti yang ditulis oleh Al-Balkhi dalam bukunya “Al-Asybah wa An-Nazho-ir”, Yahya Ibnu Salam dalam bukunya “At-Tashoriif”, As-Suyuthi dalam bukunya “Al-Itqon” dan Ibnul Qoyyim Al-Jawzi dalam bukunya “Nuzhatu Al-A’yun An-Nawazhir”.
Hidayah/Hudan Dalam Al-Qur’an tercantum sekitar 171 ayat dan terdapat pula dalam 52 Hadits. Sedangkan pengertian Hidayah / Hudan dalam Al-Qur’an dan Hadits terdapat sekitar 27 makna. Di antaranya bermakna : penjelasan, agama Islam, Iman (keyakinan), seruan, pengetahuan, perintah, lurus/cerdas, rasul /kitab, Al-Qur’an, Taurat, taufiq/ketepatan, menegakkan argumentasi, Tauhid/ mengesakan Allah, Sunnah/Jalan, perbaikan, ilham/insting, kemampuan menilai, pengajaran, karunia, mendorong, mati dalam Islam, pahala, mengingatkan, benar dan kokoh/konsisten.
Dari paparan makna hidayah diatas, jelaslah sudah bahwasannya buah dari ilmu adalah petunjuk atau hidayah yang bisa mendekatkan seseorang kepada Allah SWT. Apabila seseorang mempunyai ilmu, tetapi ilmunya tidak mampu mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, maka ilmu itu disebut sebagai ilmu yang tidak bermanfaat, ilmu tersebut justru akan menyebabkan ia menjadi sombong, merasa paling mulia, hatinya semakin gila harta, tahta dan wanita, sehingga ia pantas mendapatkan murkanya Allah SWT. Dari sini sungguh tepat apabila imam Ahmad ra mengatakan bahwasannya tanda ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menjadikan pemiliknya mempunyai rasa “khashyah” atau takut yang disertai “ta’dhim” kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Fatir ayat 28:”sesungguhnya yang takut kepada Allah adalah para hambanya yang berilmu” . ibnu Mas’ud ra juga berkata: “cukuplah seseorang disebut Alim manakala ia mempunyai rasa takut kepada Allah SWT, dan cukuplah seseorang dikatakan tidak berilmu, manakala ia jauh dari Allah SWT”. Sebagian Ulama mengatakan bahwasannya barang siapa yang takut kepada Allah SWT, maka ia adalah orang yang Alim, dan barang siapa yang mendurhakai Allah SWT, maka ia adalah orang yang bodoh.
Yang perlu kita kaji adalah mengapa ilmu yang tidak disertai hidayah dikategorikan ilmu yang tidak bermanfaat dan justru akan menyengsarakan pemiliknya?. Alasannya adalah karena ilmu yang bermanfaat itu menunjukkan atau mengarahkan seseorang kepada dua hal, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Rajab dalam Fadhlu ‘Ilmi al-Salaf ‘Ala al-Khalaf, yang pertama adalah menunjukkan pemiliknya kepada ma’rifat Allah (mengenal Allah) baik sifat-sifatNya maupun asma-asmaNya. Dengan mengenal Allah SWT seseorang dengan sendirinya akan mengagungkanNya, mengharapkaNnya, mencintaiNya, bertawakkal kepadaNya, ridha terhadap ketentuan-ketentuanNya dan sabar atas segala ujian-ujianNya. Dan yang kedua yaitu menunjukkan pemilik ilmu tersebut kepada mengetahui segala hal yang disenangi dan diridhai maupun yang dibenci dan dilarang oleh Allah SWT, baik yang menyangkut ibadah lahiriyah maupun batiniyah. Dengan mengetahui dua hal diatas, seseorang dengan sendirinya akan bersegera untuk melakukan semua hal yang disenangi Allah SWT dan menjauhi segala yang dibenci Allah SWT. Jika seseorang berilmu telah mempunyai perasaan seperti ini dalam hati dan dibuktikan dengan perbuatan nyata, maka seseorang berhak dikatakan mempunyai ilmu yang bermanfaat.
Dari sedikit uraian tadi, nampaklah bahwasannya semakin tinggi ilmu dan ma’rifat seseorang , maka semakin tinggi pula rasa “khashyah” yang dimilikinya, ia semakin tawadhu’ atau rendah hati , tidak ada dalam dirinya sedikitpun rasa takabbur atau merasa paling mulia dari selain dirinya. Ilmu yang bermanfaat akan menjadikan pemiliknya selalu merasa dekat dan diawasi oleh Allah SWT, hatinya semakin jauh dari Dunia dan bertambah dekat dengan Akhirat.
Maka, untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan disertai hidayah, perlu adanya usaha, usaha pertama yang paling mendasar adalah niat yang ikhlas, karena Allah SWT tidak akan menerima amalan atau ibadah apapun yang tidak diiringi dengan ikhlas. Usaha kedua adalah dengan meningkatkan kualitas taqwa sekuat tenaga, karena Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282: “bertakwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu” . Usaha ketiga yaitu dengan mujahadah atau bersungguh-sungguh, karena tidak mungkin seseorang dapat meraih ilmu dan hidayah tanpa berusaha dengan sungguh-sungguh, sejarah tidak pernah mencatat orang yang malas sebagai orang yang berhasil, karena itu tidak ada dan tidak mungkin. Mengenai pentingnya mujahadah, Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 69:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
69. Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Usaha yang keempat yaitu menjaga adab –adab dalam memncari ilmu atau sedang muthala’ah sebagaimana yang dicontohkan oleh ulama’-ulama’ salaf, seperti imam Bukhari ra, beliau tidak menulis satu hadis kecuali mandi dan shalat dulu dua rakaat, imam Malik ra, beliau tidaklah membaca hadis Rasululullah SAW kecuali bersih dari hadats. Semua itu dilakukan untuk menjaga kemuliaan dan keaguangan posisi ilmu disisi Allah SWT, jikalau Allah SWT memberikan posisi yang tinggi terhadap ilmu, maka sudah sepantasnya kita juga mengagungkan ilmu dengan menjaga adab-adab yang berhubungan dengan ilmu.
Usaha yang kelima yaitu dengan memperbanyak membaca yang tadabbur al-Qur’an, karena salah satu tujuan al-Qur’an diturunkan untuk memberikan petunjuk kepada semua manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (185

185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu.......
Usaha yang keenam yaitu dengan memperbanyak berdoa meminta ilmu yang bermanfaat dan juga hidayah dari Allah SWT, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadis shahih riwayat imam Muslim:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
Ya Allah saya memohon kepadaMu hidayah, taqwa, iffah dan kaya. Ya Allah saya berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, nafsu yang tidak terpuaskan, dan doa yang tidak Engkau kabulkan.